Waringin Desa Melati II Kec. Perbaungan Sergai: Sejarah dan Sistem Kekerabatan
Part – 1
Dahulu sebelum terjadi pemekaran Kabupaten Deli Serdang – Serdang Bedagai (Sebelum Tahun 2004) Desa Melati II Masih berada di wilayah kekuasaan Kabupaten Deli Serdang yang salah satu wilayahnya adalah “Perbaungan”.
Kecamatan Perbaungan setidaknya mempunyai sejarah tersendiri, hal ini ada 5 tahapan. (Lihat: Hilderia Sitanggang dan Zuraida Tanjung, Kehidupan Masyarakat Pujakesuma Di Sumatera Utara (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, 1994/1995),h. 13)
- Masa Kerajaan Serdang. Pada masa itu wilayah Kecamatan Perbaungan adalah Luhak Perbaungan, dengan kepala Luhak Perbaungan ialah Tengku Muhammad Hanif biasa disebut dengan Tengku Pangeran (Het Hoofd Van Perbaungan). Wilayahnya meliputi Kec. Perbaungan dan Pantai Cermin.
- Masa Pemerintahan Jepang, nama wilayah adalah Luhak Perbaungan, Sedangkan Kepala Wilayahnya adalah Kepala Luhak Perbaungan dengan pemimpinnya pada saat itu adalah Tengku Ataillah (Het Hoofd Van Perbaungan).
- Masa Pemerintahan Negara Republik Indonesia terjadi perubahan nama dari “Luhak Perbaungan” menjadi “Kecamatan Perbaungan” dengan kepala wilayah pada saat itu Asisten Wedana. Namun pada 28 Juli 1947 terjadi aksi Militer Belanda I yang pada akhirnya Kecamatan Perbaungan menjadi daerah pendudukan Belanda.
- Terjadi perubahan nama kembali pada wilayah “Perbaungan”, hal ini setelah terbentuk Negara Sumatera Timur (NST) dan sebutan wilayah serta sebutan pemimpin wilayahnya berubah menjadi “Districk Perbaungan” dan “Districkshoofd Van Perbaungan”
- Setelah dilikwidasi seluruh Negara Bagian ke Negara Republik Indonesia Serikat, termasuk Negara Sumatera Timur serta Negara Serikat berubah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 01 Januari 1950, maka distrik Perbaungan kembali berubah menjadi Kecamatan Perbaungan dengan wilayah kecamatan Perbaungan pada saat itu Asisten Wedana, dan sekarang sudah berubah menjadi “Camat” untuk pelaksan wilayah setingkat Kecamatan.
Ada sejumlah tokoh yang pernah memimpin Kecamatan Perbaungan sejak Januari 1950: (Lihat: Hilderia Sitanggang dan Zuraida Tanjung, Kehidupan Masyarakat Pujakesuma Di Sumatera Utara (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, 1994/1995),h. 14)
- Tahun 1950-1955 : Sarman
- Tahun 1955-1959: Ok Ajir
- Tahun 1959-1966: Selat
- Tahun 1966-1967: Bachtiar Yunus
- Tahun 1967 (3 Bulan): P. Situmorang
- Tahun 1967 (8 Bulan): Majadin Nur
- Tahun 1967-1972: Ok. Kamaluddin
- Tahun 1972-1977: Usman
- Tahun 1977-1982: Zainal Aris, BA.
- Tahun 1982-1990: Drs. Iwasur Yapati
- Tahun 1990-1993: Drs. H. Agus Salim
- Tahun 1993- :Drs. Muhammad Zein.
Dan Wilayah Kecamatan Perbaungan terdiri dari 35 Desa dan 5 Kelurahan, Yaitu:
- Desa Melati II
- Desa Pegajahan
- Desa Beng Abing
- Desa Adolina
- Desa Bengkel
- Desa Bingkat
- Desa Cinta Air
- Desa Citaman Jernih
- Desa Deli Muda Hulu
- Desa Deli Muda Hilir
- Desa Jatimulyo
- Desa Karang Anyar
- Desa Kesatuan
- Desa Kota Galuh
- Desa Lestari Dadi
- Desa Lidah Tanah
- Desa Lubuk Bayas
- Desa Jambur Pulau
- Desa Lubuk Cemara
- Desa Lubuk Dendang
- Desa Lubuk Rotan
- Desa Petuaran Hulu
- Desa Petuaran Hilir
- Desa Pematang Sijonam
- Desa Pematang Tatal
- Desa Pondok Tengah
- Desa Sennah
- Desa Suka Beras
- Desa Suka Jati
- Desa Sei Buluh
- Desa Sei Nagalawan
- Desa Sijenggi
- Desa Tanah Merah
- Desa Tanjung Buluh
- Desa Tanjung Putus
- Desa Suka Sari
- Kelurahan Tualang
- Kelurahan Batang Terap
- Kelurahan Melati I
- Kelurahan Melati Kebun
- Kelurahan Simpang Tiga Pekan.
Secara Administrasi Desa Melati II berbatasan sebagai berikut: (Lihat: Hilderia Sitanggang dan Zuraida Tanjung, Kehidupan Masyarakat Pujakesuma Di Sumatera Utara (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, 1994/1995),h. 16).
-Sebelah Utara dengan Desa Melati I
-Sebelah Selatan dengan Desa Melati Kebon
-Sebelah Barat dengan PTP VI Adolina
-Sebelah Timur dengan Jatimulia dan Lestaridadi.
Pada tahun 1992/1993 Desa Melati II terdiri dari 19 Dusun yang memiliki luas 1180 ha. yang akhirnya sudah berkembang sampai saat sekarang ini.
Dari perjalanan panjang Desa Melati II merupakan perjuangan bapak Siswoyuono. Desa Melati ini adalah tanah Konsensi dari Undang-Undang Darurat Tahun 1948, terbentuklah sebuah wilayah “Kampung Melati/Desa Melati” dimana waktu itu Bapak Siswoyuono menanam Bunga Melati dan sekitar perkampungan banyak tumbuh Melati Kebun (Lihat: melatiperbaungan.blogspot.com).
Sejumlah Kepala Desa pernah memimpin Desa Melati II (Lihat:melatiperbaungan.blogspot.com), yaitu:
- Tahun 1948-1965: Siswoyuono
- 1965-1970: M. Saleh
- 1970-1975: Ponijo
- 1976-1979: H. Lias Siregar
- 1980-1983: Jumingan
- 1984-1998: Suarno Sono
- 1998-2010: Marsudi
- 2011-2024: Supardi
Di Desa Melati II itu sendiri ada suatu wilayah bernama “Waringin”, wilayah ini berada di Desa Melati II Pasar II yang berbatasan dengan Dusun Nangka dan Dusun Rambutan.
Wilayah “Waringin” Desa Melati II Pasar II Secara penamaan hal ini merujuk kepada 3 pemahaman, yaitu:
Pertama, Kata “Waringin” berasal dari bahasa Jawa yang berarti “Pohon Beringin”. Memang dahulu menurut cerita warga daerah Waringin bahwa wilayah tersebut banyak tumbuh pohon beringin. Hal ini dibuktikan dengan adanya sisa-sisa pohon beringin yang dahulu berada di Wilayah sepanjang jalan di Waringin dekat Lapangan Bola Voli yang sekarang sudah menjadi lahan kosong dipinggir jalan. Selain daripada itu kata “Waringin” memiliki sejumlah pemaknaan yang berarti: memperingatkan, tempat berlindung, menyatukan, mengayomi dikarenakan karakter pohon beringin yang bisa melindungi masyarakat dibawahnya. Pada pemaknaan pertama ini bahwa dahulu wilayah Waringin atau kesatuan Desa Melati di Bawah Kecamatan/Luhak/Distrik Perbaungan, berada dalam kependudukan Belanda. Banyak pekerja yang berasal dari Pulau Jawa yang berada dalam Sistem Kerja Paksa (Kerja Rodi). Pengaruh Pekerja yang berasal dari Pulau Jawa ditambah lagi adanya pohon beringin maka pemaknaan “Waringin” di Wilayah Desa Melati II ada Kaitannya.
Kedua, wilayah “Waringin” Desa Melati II ialah dikarenakan adanya masyarakat Suku Banten yang imigrasi dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera dengan 2 Jalur pemahaman bahwa imigrasi terjadi karena terjadinya sistem kerja paksa yang di bawa Penjajah Belanda dan atau memang masyarakat suku Banten melakukan perpindahan dengan tujuan membuka lahan; berkembang biak dan berketurunan. Di Wilayah Waringin diketahui banyak masyarakat bersuku Banten dan juga berbagai peninggalan Belanda (Ada sisa rumah Belanda; Sumur Belanda; Kuburan Belanda istilah masyarakat). Hal ini dikarenakan ada orang Tokoh Bernama Undana/Undanak yang Berasal dari Pandeglang Banten Pulau Jawa yang membuka/mendiami wilayah tersebut dan berketurunan. Undana ini memiliki 3 Saudara Yaitu Ungkarak (anak pertama) Undanak (anak kedua) dan Uncik (anak ketiga) yang mereka bertiga sudah terpisah karena sebab keadaan. Ungkarak menetap di Pandeglang Banten, Sedangkan Undanak dibawa Belanda Ke Tanah Melayu Deli Khususnya Perbaungan, dan Uncik dibawa ke Malaysia.
Menurut cerita masyarakat Waringin bahwa Mereka bertiga (termasuk Undana/Undanak) adalah anak dari Kiyai Tubagus Mansur yang merupakan Keturunan Raden Fatahillah Kerjaan Banten (butuh rujukan). Kuburan dari Undana, KH. Rantak Jaya, Tubagus Syarifin dan semua keturunannya bisa dijumpai di Kuburan Umum Gang Sawo Kelurahan Melati I.
Keturunan Undanak banyak berada di Wilayah Waringin sampai saat sekarang ini dari Jalur KH. Rantak Jaya bin Undana dan Juga Syarifin bin Undana. Dan dikarenakan pengaruh tersebut nama “Waringin” ialah merujuk kepada penamaan yang diberikan masyarakat bersuku Banten yang mendiami wilayah tersebut. Hal ini dikarenakan di Pulau Jawa banyak daerah bernama “Caringin” yang diambil dari jenis Pohon Waringin, Ibukota Banten di Masa Kolonial Belanda. Pohon Waringin banyak tumbuh dan berkembang di Wilayah Pandeglang Banten (Lihat: KabarBanten.com, Mengenal Asal-Usul Caringin, Diambil dari Jenis Pohon Waringin, Ibukota Banten di Masa Kolonial Belanda, Publish 04 Maret 2021) yang merupakan asal dari Tokoh Undana itu sendiri dari Pandeglang Banten yang pada akhirnya wilayah tersebut di daerah Melati II Pasar II disebut dan dinamai juga dengan nama “Waringin”.
Ketiga, bahwa penamaan “Waringin” menurut sebagian masyarakat adalah gabungan dari istilah Pohon Waru dan Pohon Beringin. Bahwa di Daerah Melati II Pasar II banyak tumbuh “Pohon Waru” (nama ilmiah: Hibiscus Tiliaceus) yang memang telah lama dikenal sebagai pohon peneduh tepi jalan atau tepi sungai/pantai. Sedangkan “Pohon Beringin” (Nama Ilmiah: Ficus Benjamina). Merupakan jenis pohon yang berbentuk pohon besar dan bisa melindungi penduduk setempat. Dari dua jenis pohon itu (Waru dan Beringin) yang memang banyak tumbuh di Daerah Melati II Pasar II akhirnya wilayah tersebut menjadi nama “Waringin”.
Di wilayah Waringin Melati II Pasar II, dahulu banyak masyarakat sekitarnya maupun luaran dari Desa Melati II Menyebutnya dengan “Gedongan”. Mungkin anak anak tahun kelahiram 2000-an kebawah sudah sedikit yang mengetahuinya. Istilah “Gedongan” karena dahulu ada Rumah Belanda Besar yang ada di wilayah Waringin (sekarang hanya sisa tapak tilas dapurnya/gudangnya saja).
Kondisi sosial masyarakat Waringin memiliki sejarah panjang mengingat wilayah ini dahulu merupakan memiliki nilai-nilai religius yang sangat tinggi. Dikarenakan keturunan dari Undana baik dari Jalur KH. Rantak Jaya dan Tubagus Syarifin banyak yang menjadi alim ulama; tokoh masyarakat; guru ngaji; muallem kampung yang dari dahulu sudah mendiami wilayah Waringin.
Masyarakat Waringin banyak bersuku Banten, Jawa, Batak, Melayu, Banjar, Padang dan lain sebagainya. Yang ada bekerja sebagai Buruh, Petani, UMKM; Pedagang, Pengusaha, dll.
Penulis:
Deniansyah Damanik, yang merupakan keturunan Undana dari Jalur KH. Rantak Jaya dari anaknya yang benama “Kamsiah”. Kamsiah merupakan anak terakhir dari KH. Ranta Jaya yang merupakan ibu dari David Damanik (ayah kandung penulis)