Filosofi Tongkat Kekuasaan, Tongkat Nabi Musa Apa Tongkat Sun Go Kong ?
Oleh: Deniansyah Damanik : Pengamat; Peneliti.
Suksesi kepemimpinan selalu memiliki simbol sesuai dengan karakter, ideologi, dan situasi yang dihadapi. Ada sejumlah identitas kekuasaan seperti “tongkat” yang menjadi bagian dari yang terluar. Mengapa tongkat menjadi bagian dari atraksi kekuasaan baik sebagai penerapan kebijakan dan atau simbol perlawanan ?
Basic historis menempatkan tongkat pada simbol keagamaan seperti tongkat kesunnahan, tongkat pastoral dan atau tongkat Nabi Musa sebagai simbol supranatural perlawanan. Pada kekuasaan absolut posisi tongkat juga melambangkan level pemegang tongkat itu sendiri baik berposisi sebagai Raja, Kesultanan, dan atau sistem lainnya.
Mengapa harus ada simbol suksesi kepemimpinan berupa tongkat ? Seperti tongkat Bung Karno yang sangat populer di gemakan oleh keturunan kultural dan ideologinya, atau tongkat Pangeran Diponegoro yang diberikan kepada calon kekuasaan yang berpotensi meneruskan perjuangan, ideologi, dan cita-citanya.
Dahulu simbol kekuasaan itu berdenyut seperti senjata pedang, bambu runcing, golok, tombak, panah, meriam dan lain sebagainya. Kedudukan tongkat seperti dikerdilkan dikarenakan berpotensi tumpul dan tidak memiliki kemampuan menyayat, menebas dan memotong.
Padahal tongkat memiliki daya jelajah yang lebih jauh, perjalanan supranatural dan daya magisnya mampu melebihi penalaran indrawi. Tetapi masih jadi tanda tanya “?”, bahwa apakah pemegang tongkat kekuasaan akan meneruskan perjuangan Nabi Musa yang melawan kekuasaan zolim serta membawa kejalan yang benar ? dan atau apakah menjadi tongkat Sun Go Kong yang mampu mengawal, menggebuk, melawan siapa saja yang dihadapi demi mencapai tujuan ?
Tongkat memang tidak setajam pedang, tetapi pukulannya bisa mencedrai dan menimbulkan luka bagian terdalam. Itu artinya setiap yang tajam belum tentu mematikan.
Tongkat Nabi Musa berasal dari sistem kebenaran, melewati bisikan ghaib, mampu meruntuhkan kekuasaan dan mengeluarkan kejadian yang tidak dapat dicerna akal. Dia khusus menjadi simbol perlawanan orang yang benar, berasal dari yang benar, dipegang orang yang benar dan untuk meluruskan orang yang tidak benar. Berbeda dengan tongkat Sun Go Kong (Ruyi Jingu) dia berasal dari peninggalan Naga-Naga Empat Laut yang berhasil dikalahkan, digunakan untuk mengukur kedalaman, dipegang orang yang tidak benar, memiliki kemampuan terbatas dan masih di level indrawi. Itu artinya tongkat Sun Go Kong berasal dari sistem kegelapan, hasil melewati pertarungan dengan roh jahat, dan untuk menggebuk iblis dan siluman dan bukan untuk meluruskan kegelapan walaupun dirasa ada kebenaran yang sedang dijalankannya.
Jadi pemegang tongkat kekuasaan menentukan tongkat yang dipegang diperuntukkan untuk apa ? apakah untuk menegakkan keadilan atau melakukan maladministrasi serta melakukan penyimpangan-penyimpangan demi sebuah tujuan.
Tentu tongkat itu sendiri tergantung siapa orang yang mengayunkannya, siapa yg memegangnya, dan siapa yang memberikan perintah. Sesakti apapun tongkatnya kalaulah dipegang oleh orang yang salah maka akan malfungsi, sebaliknya sehebat apapun orangnya meskipun tidak memiliki tongkat sakti tetapi tetap bisa memberikan instruksi, penerapan wewenang dan persekongkolan.
Oleh karena itu populer bahwa jangan serahkan urusan kepada orang bodoh, yang bukan ahlinya.Siapapun pemegang kekuasaan, kiranya bisa mewanti-wanti tongkat apa yang akan dipilih. Salah memegang tongkat akan salah dalam memberikan intruksi, salah memberikan perintah dan atau salah dalam mengomandoin. Gampang saja, pilih tongkat Nabi Musa ? apa tongkat Sun Go Kong ?.