JADILAH KADER NU YANG LOYAL DAN BUKAN KADER MUSIMAN
Nahdlatul Ulama merupakan organisasi yang awal sejarahnya dibentuk berdasarkan hasil musyarah para kiai, Nahdlatul Ulama (NU) mengandung makna “Kebangkitan Ulama”. NU lahir pada 16 Rajab 1344 H atau 31 Januari 1926 di bawah kepemimpinan K.H. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar.
Dewasa ini, Nahdlatul Ulama (NU) menjadi organisasi Islam yang besar di dunia. Bahkan berdasarkan survei terbaru lebih dari 50 persen penduduk muslim di Indonesia mengaku bagian dari NU. Sementara penduduk muslim di Indonesia kini lebih dari 240 juta orang, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa warga NU di Indonsia jumlahnya lebih dari 120 juta orang.
Akan tetapi, jumlah yang begitu banyak menjadi salah satu perhatian khusus Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staqut, karena besarnya jumlah tersebut tampak belom mengisyaratkan makna kuatnya NU hari ini, namun dengan angka tersebut kini NU masih lemah.
“Seharusnya dengan orang yang begitu banyak, saat ini NU menjadi kuat. Tapi hari ini harus diakui kita merasa lemah. Hal ini dikarenakan kekuatan NU masih pada jumlah, maka kita harus menemukan cara untuk menghimpun jumlah ini menjadi sebuah kekuatan,” ujar KH Yahya Cholil Staqut saat memberikan kata sambutan pada acara Konferwil XVIII di Asrama Haji.
Menyikapi hal tersebut, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) terpilih, KH. Marahalim Harahap, MM berharap ke depan berbagai kegiatan kaderisasi harus benar-benar diperhatikan, agar jumlah yang banyak secara angka juga berdampak pada energi kekuatan NU tersebut.
“Banyak di antara kita enggan berfikir dan berharakah secara NU, namun saat butuh barulah mengaku NU dan bahkan meminta rekomendasi pihak NU untuk menyelesaikan urusannya ataupun saat akan menjabat barulah mengaku NU. Umumnya mereka hanyalah loyal terhadap kepentingan, bukannya loyalitas terhadap organisasi dan pimpinan. Maka ke depan, kaderisasi harus betul-betul diperhatikan, bahkan para pengurus harian PWNU pun nantinya harus memenuhi syarat kaderisasi”, ujar KH. Marahalim Harahap, MM.
Tak dapat dipungkiri memang kini masih sangat banyak masyarakat di Sumatera Utara ini yang merasa berkultur NU dan beramaliah secara NU, namun enggan mengikuti kaderisasi ke-NU-an dan tidak mau berkhidmat untuk NU yang lebih baik dan bermatabat.
“Kaderisasi NU di Sumatera Utara ke depannya, kita harapkan dapat menigkatkan kualitas dan kekuatan NU, yakni tidak hanya sebatas kultural, dan siap berkhidmat untuk NU lebih baik dan bermatabat serta loyalitas terhadap organisasi dan pimpinan. Sehingga hadirlah kader NU yang totalitas dan loyalitas, bukannya kader yang musiman ataupun kambuhan. NU tidak membutuhkankan orang yang mengaku-ngaku NU, namun butuh kader NU loyal.” ujar KH. Marahalim Harahap, MM.